Rabu, 15 Juli 2015

DAFTAR ANGGOTA (NBO) LSM GEMPUR

TAHUN 2O15


1. Nama                     .: HUNES HERMAWAN
    NBO                      .: 280275.1017.001.8.12
    Tempat Tgl. Lahir .: Ciamis, 28 Februari 1975
    Alamat                   .: Lingk. Margasari RT.005 / RW.005 Kel. Bojongkantong
                                      Kec. Langensari Kota Banjar Prov. Jawa Barat Indonesia

2. Nama                     .: AHMAD HAPIDIN
    NBO                      .: 110580.1017.002.8.12
    Tempat Tgl. Lahir .: Ciamis, 11 Mei 1980
    Alamat                   .: Lingk. Babakan RT.04/ RW.01 Kel. Muktisari Kec. Langensari
                                      Kota Banjar Prov. Jawa Barat Indonesia

3. Nama                     .: HUSEV HANIS HILMY
    NBO                      .: 170979.1017.002.8.12
    Tempat Tgl. Lahir .: Ciamis, 17 September 1979
    Alamat                   .: Lingk. Margasari RT.005 / RW.005 Kel. Bojongkantong
                                      Kec. Langensari Kota Banjar Prov. Jawa Barat Indonesia

1. Nama                     .:
    NBO                      .:
    Tempat Tgl. Lahir .:
    Alamat                   .: 

Selasa, 09 Desember 2014

Kurikulum pendidikan Nasional dalam persimpangan

dunia pendidikan indonesia diuji kembali dengan adanya bongkar pasang kurikulum yang hingga kini belum ada "kepastian", walaupun mentri pendidikan dasar dan menengah telah mengeluarka surat edaran tentang pembantan kurikulum 2013 dan kembali ke kurikulum 2006 bagi sekolah/madrasah yang baru di semester 1 saja, namun untuk sekolah dan madrsah yang sudah terlajur melaksanakan kurikulum tahun 2013 sampai semester 3 untuk tetap menajutkan nya, dan sekolah tersebut akan dijadikan sebagai percontohan.

menyikapi hal tersebut di atas, telah menimbulkan kebingugan di kalangan pengelola sekolah,diman disatusisi sekolah menggunakan kurikum 2006 dan sekaligus menerapkan kurikulum 2013. didaerah tertadi pro-konta atas keputusan mentri Dikdasmen tersebut, dan hal tersebu wajar.

inilah potret dunia pendidikan di Indonesia

Kamis, 29 Maret 2012

Pasar Bambu di Pasar Banjar
Pemerintah harus bertanggung jawab

LSM GEMPUR

Permasalahan pasar Bambu / pasar subuh di lingkungan pasar Banjar Kecamatan Pataruman harus ada solusi yang bijak, agar tidak terjadi polemik yang berkepanjangan antara para pedagang pasar bambu dan pemerintah.
Dalam hal ini pemerintah kota banjar harus bertanggung jawab, kenapa sekarang muncul persoalan seperti ini. Logikanya tidak mungkin para pedagang pasar bambu melakukan aksi demo terhadap pemerintah Kota Banjar. Dimana kios pasar yang mereka terima setelah pembangunan pasar selesai tidak sesuai dengan keinginan pedagang pasar bambu, karena dirasa terlalu sempit, untuk menyimpan barang dagangan saja susah. wajar saja jika para pedagang pasar Bambu melakukan protes terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap sangat merugikan para pedagang.
Hal tersebut terjadi karena pembangunan pasar banjar tidak seseuai dengan rencana awal, dimana pasar banjar akan di bangun 2 (dua) lantai, dan ternyata hanya di bangun 1 (satu) lantai saja, sehingga kios para pedagang pasar bambu/ pasar subuh sangat kecil dan berhimpitan serta tidak mampu menampung para pedagang pasar secara keseluruhan. Seiring dengan meningkatnya daya beli masayarakat dan tingginya tingkat urbanisasi ke wilayah pemerintahan kota banjar, sehingga pedagang di lingkungan pasar banjar pun bertambah setiap hari. Hal ini juga menjadi permasalahan baru, baik sekarang maupun dimasa yang akan dating.
Permasalahan tersebut tidak akan muncul jika dalam pembangunan pasar banjar menggunakan analisis yang konfrehensip dan felid mengenai data-data jumlah pedagang di pasar banjar dalam perencanaaan pembanguanan pasar. Hal tersebut juga harus memperhatikan perkembangan ekonimi secara masif, seiring dengan perkembangan perekonomian Mikro maupun makro yang secara nasional memang menungjukan peningkatan 6 – 7 % rata-rata nasional dan Indonesia saat ini adalah merupakan salah satu kekuatan ekonomi baru dunia pasca mendapatkan sertifikat Investemen Grade.
Pada dasarnya para pedagang setuju terhadap pembangunan pasar, dalam upaya peningkatan daya saing, kenyamanan dan ketertiban pasar agar tertata dengan rapih. Para pedagang pasar bambu bukannya tidak mau menempati lokasi kios meraka, Namun permasalahan yang di keluhkan oleh para pedagang pasar bambu adalah kios tempat untuk mereka jualan kurang layak menurut mereka, karena dirasa sangat kecil.
Dalam hal ini, bagaimana daya saing, kenyamanan dan ketertiban pasar banjar akan terwujud sesuai dengan tujuan pembangunan pasar, jika kenyataannya menimbulkan polemik. Hal tersebut bisa diselesaikan dengan cara musyawarah guna mencari solusi yang bijak antara pemerintah dengan para pedagang pasar bambu, jangan malah saling menyalahkan. Pemerintah juga tidak boleh arogan dalam menyikapi tuntutan para pedagang pasar bambu yang menuntut keadilan, kami yakin tidak ada masalah yang tidak dapat di selesaikan, jika memang ada iktikad baik dan kemauan bersama guna menyelesaikannya. Arogansi tidak akan menyelesaikan masalah justru malah akan menimbulkan masalah yang berkelanjutan. Dalam hal ini juga Pemerintah kota banjar adalah salah satu pihak yang paling bertanggung jawab atas permasalahan-permasalahan yang timbul pasca pembangunan pasar banjar.

Senin, 04 Juli 2011

Korupsi di Indonesia berjalan secara Sistemik dan Sistematis mulai dari Atasan hingga Bawahan

Korupsi di Indonesia sudah dianggap ‘membudaya’ dan semakin sistemik, berlangsung mulai dari tingkat tertinggi pemerintahan hingga paling bawah. Namun, korupsi yang sistemik itu sangat sulit dibuktikan, sebab para pelakunya sudah semakin terampil menghilangkan jejak.
Cita-cita para pendiri bangsa untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa masih belum jadi kenyataan. Penyebab utamanya, para penyelenggara negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif), masih lebih mengutamakan menyejahterakan diri sendiri. Mereka dengan alasan demi kesejahteraan umum, bisa merancang sebuah tindakan yang justru memperkaya diri sendiri.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa hampir semua instansi pemerintah di Indonesia sudah menjadi sarang korupsi sistemik. Disebut korupsi sistemik karena sudah menyatu dan ‘membudaya’ dalam sistem birokrasi, serta bisa berlangsung dengan mulus dan dalam waktu lama tanpa bisa terendus semua perangkat hukum dan aparat penegak hukum. Karena, rancangannya memang dibuat sedemikian rupa sistemik, dan liat dari jeratan hukum. Celah hukum dimanfaatkan betul untuk berbuat korup. Semua prosedur administratif dibuat sedemikian rupa. Atau sama sekali barang bukti tak ada yang bersisa. Semua dibuat ‘terlihat’ rapi dan sesuai prosedur. Kalaupun dugaan korupsi sempat masuk ranah hukum, gantian, aparat penegak hukum malah bisa masuk dalam jaringan sistim korupsi yang sistemik itu.

Lalu kalaupun ada koruptor yang terjerat hukum, ditengarai ada nuansa politisnya, atau tebang pilih, menyimpang dari sistem. Atau mereka yang belum lihai korupsi, sehingga mudah terlacak. Barangkali, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri, bisa dikategorikan sebagai seorang koruptor yang jujur, belum lihai korupsi. Seperti diungkapkannya, bahwa semua menteri (departemen) mempunyai dana nonbudgeter dan mengalirkan dana itu seperti yang dilakukannya. Tapi Rokhmin rupanya tidak tahu bahwa menteri lainnya tidak mengadministrasikan transaksi dana nonbudgeter itu. Sehingga secara hukum positif, sulit dibuktikan. Sementara Rokhmin sendiri dengan jujur mencatatnya secara rinci. Catatan itu menjadi bukti yang menjeratnya menjadi koruptor. Sementara menteri atau pejabat lain, yang tidak membolehkan ada catatan tentang dana serupa, sulit bahkan tidak mungkin dibuktikan korupsi.

Begitu juga mantan Calon Presiden 2004, HM Amien Rais, yang dengan ‘jujur’ mengakui menerima dana nonbudgeter DKP langsung dari Rokhmin Dahuri sebesar Rp 200 juta. Rupanya, Amien Rais juga belum termasuk koruptor yang lihai. Sebab dialah satu-satunya calon presiden yang langsung menerima dana nonbudgeter DKP itu. Sementara calon presiden lain, tidak ada yang menerima langsung. Bahkan anggota tim sukses resmi para capres lainnya itu tidak ada yang mengaku menerima dana haram itu. Akibatnya, Amien Rais telah terbukti menerima dana nonbudgeter DKP, suatu tindakan yang terbukti melanggar hukum. Hanya faktor tebang pilih yang bisa menghindari Amien Rais dari jeratan hukum. Sementara, Capres lain, yang walaupun Amien Rais, Rokhmin Dahuri dan publik yakin bahwa para capers itu juga kebagian dana haram itu, tapi tidak bisa dibuktikan secara hukum. Sehingga, tuduhan itu malah bisa dianggap sebagai fitnah.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono malah sempat ‘mengancam’ Amien Rais, sehingga Amien Rais menyempatkan diri bertemu dengan SBY selama 12 menit di Bandara Halim Perdanakusuma. Pertemuan ini dianggap oleh publik sebagai kompromi kedua elit politik itu.

Presiden SBY melakukan konferensi pers di halaman Istana Negara (25/5)Sedangkan Rokhmin Dahuri atas kesalahannya yang dengan tertib mencatat lalulintas dana itu, tinggal menunggu hari untuk divonis pengadilan. Rokhmin harus menerima penegakan kepastian hukum, walaupun dia pasti merasa hukuman itu tidak adil, karena dia yakin menteri dan pejabat lain juga melakukan hal yang sama, seperti berulangkali diungkapkannya.

Suburnya korupsi diduga juga tidak hanya terjadi di lembaga eksekutif. Aparat penegak hukum juga sulit dipercaya tidak terlibat dalam sistem korupsi yang menggurita itu. Sehingga kerap disebut ada mafia peradilan. Bahkan sesudah seorang koruptor pun sudah menyandang status terpidana, aparat lembaga pemasyarakatan (Lapas) juga ada pula yang sudah siap dengan berbagai skenario korupnya. Mulai dari pungutan liar, menerima upeti, menyunat dana rutin pemasyarakatan narapidana hingga banyak yang mati di penjara, mengizinkan penjara tempat transaksi bisnis gelap, hingga mendirikan ‘pabrik’ narkoba di penjara pun bisa terjadi.

Para politisi pun bisa korupsi berjamaah. Bahkan penggiat LSM atau kelompok-kelompok masyarakat, pers, agamawan bisa juga terlibat korupsi.

Perilaku korup para pengusaha juga diduga jauh lebih lihai lagi. Selain menyogok, membuat kongsi dengan sesama teman sebagai rekanan instansi pemerintah, merancang proyek dari titik A sampai Z hingga jatuh ke tangannya, atau paling tidak berbagi “arisan” dengan sesama kongsi, sangat lihai dilakukan. Tender bisa diatur, seolah berlangsung wajar. Semua proses tender secara formal dilakukan dengan tertib. Sehingga secara prosedur hukum sulit dibuktikan ada permainan dalam tender itu. Terlatih mendapatkan proyek lewat praktik perilaku korup, pimpro dan pengusaha sudah hafal untuk tak meninggalkan jejak korupsi. Karena setiap pejabat hanya mau berurusan dengan mereka yang sudah mengerti cara ‘kongsi’ dan ‘arisan’. Tapi, sekali lagi, ini sulit dibuktikan.

Walaupun Ketua Asosiasi Pengadaan Barang dan Distributor Seluruh Indonesia (ARDIN) John N Palinggi mengakui pengadaan barang pemerintah 56 persen masih berlangsung tidak sesuai dengan peraturan. Dan, “hampir semua instansi tidak melakukan aturan yang diatur dalam Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003. Mereka melakukan sendiri pemilihan atas dasar kroni-kroni, anak, cucu, dan segala macam. Ini masih berlangsung sampai sekarang. Dan itu adalah pemborosan paling besar di negeri ini,” ucapnya.

Amien Rais mengaku menerima dana nonbudgeter DKP dari Rokhmin Dahuri hanya sebesar Rp 200 juta“Dipaksa” Bicara
Ketika terungkap di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) bahwa para calon presiden juga menerima aliran dana nonbudgeter DKP, tidak ada calon presiden yang mengaku menerimanya. Sampai kemudian Media Indonesia dalam editorialnya 14 Mei 2007, lalu bertanya-tanya, Amien tokoh yang vokalis, yang bicara tanpa tedeng aling-aling, yang komentar-komentarnya terus terang, tajam dan memikat, tetapi mengapa menyangkut dirinya sendiri sang tokoh memilih diam. Demi menggugat aksi diam Amien, Harian Media Indonesia menulis keras, “Dalam kasus aliran dana nonbugeter ini Amien Rais telah kehilangan autensitas dirinya, yang spontan dan terus terang. Sikap itu menambah kecurigaan publik bahwa reformasi telah memakan bapaknya sendiri atau malah sang bapak telah memakan reformasi sehingga ikut dalam gurita besar korupsi dan berubah menjadi badut-badut di panggung hipokrisi.”

Mantan Ketua DPP Partai Amanat Nasional ini, yang integritasnya dibedah habis oleh Media Indonesia akhirnya terpancing untuk berbicara. Senin siang, hari terbitnya editorial Media Indonesia itu, ia kemudian menggelar jumpa pers mengakui menerima dana haram itu sekaligus mengungkapkan bahwa capres-cawapres lain juga menerima dana DKP sama seperti dirinya. Karenanya ia berani meminta agar para pihak yang menerima dana tersebut mengaku saja. Bahkan ia menohok bahwa ada Capres yang menerima aliran dana asing.

Berbicara dalam Deklarasi Bersama Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi, digelar oleh Masyarakat Profesional Madani (MPM) di Jakarta, Selasa (22/5), Amien mengatakan KPU pernah meminta PPATK mengusut transaksi mencurigakan yang masuk ke salah satu pasangan Capres-Cawapres pada Pilpres 2004. KPU Pusat mencium adanya transfer dana misterius yang datang dari luar negeri,” ucapnya.

Amien memang tak eksplisit menyebut nama pasangan SBY-JK penerima dana dari Washington DC yang dimaksudnya. Tetapi Presiden SBY rupaya merasa tersudutkan hingga bereaksi keras menanggapi Amien dengan menggelar jumpa pers khusus, berlangsung di halaman Istana Kepresidenan, Jumat (25/5).

Lalu masalah bergeser menjadi aksi gertak-menggertak. Sampai kemudian Mensesneg Hatta Radjasa, menteri dari PAN, menyarankan agar Presiden bertemu Ketua MPP PAN itu.

Pertemuan berlangsung Minggu (27/5) di Lanuma Halim Perdanakusuma, Jakarta sebelum Presiden berangkat ke Malaysia menghadiri pertemuan puncak ekonomi Islam dunia. Besoknya, Senin, dari rumahnya di Sleman, Yogyakarta Amien mengadakan konferensi pers mengatakan sudah bertemu Presiden SBY dan sepakat akhiri pertikaian. Beberapa saat usai itu di Kuala Lumpur Presiden pun melakukan hal sama, konferensi pers dadakan dan tanpa tanya jawab.

Pemiskinan Negara
Dua gajah tak jadi bertarung tetapi aksi sang gurita korupsi seolah dibenarkan untuk terus berlangsung. Akbar Tandjung, mantan Ketua Umum Partai Golkar, mengapresiasi Presiden SBY berhasil mendorong perdamaian, penegakan hukum dan penghapusan utang luar negeri. Tetapi sebagian penyelesaian penegakan hukum di bidang korupsi ditempuh secara adat saja.

Pertikaian antara mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra dengan Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki dalam kasus penunjukan langsung rekanan proyek di instansinya masing-masing, juga diselesaikan Presiden SBY secara adat. Artinya, tak ada penyelesaian hukum yang tuntas.

John N. Palinggi, Ketua ARDIN mengatakan, masalah mendasar di negara kita ini adalah, kita memang kuat memproduksi peraturan. Tetapi lemah sekali dalam menegakkannya, terutama untuk kepentingan rakyat.
Kita mungkin menegakkan hukum, tetapi sebagian besar aturan itu dijalankan melalui kepetingan-kepentingan kelompok, pribadi, dan golongan. Sehingga apa yang terjadi, kelompok pribadi dan golongan, dan beberapa orang semakin kaya, negaranya semakin miskin,” ujar John, Senin (28/5) saat diwawancarai oleh wartawan Berita Indonesia, Henry Maruasas Purba.

John Palinggi menyebutkan perilaku korup muncul karena semua orang sudah tidak lagi takut akan kutukan Tuhan. Disumpah sedemikian rupa, atribut sedemikian banyak di badan semua orang, yang beragama apapun itu, tetapi tidak pernah takut pada kutukan Tuhan dan sumpah-sumpah yang diucapkan. John menyebut kita sudah terjatuh ke dalam pangkat, harta, benda dan jabatan.

“Kita sungguh amat terjatuh mengutamakan itu, tetapi tidak sayang kepada manusia. Kita sebetulnya menjadi bagian-orang terkutuk dan selalu memperoleh kutukan dari Tuhan karena kita tidak sayang pada manusia. Kita lebih sayang pada uang, pangkat dan jabatan untuk kepentingan diri kita. Sekalipun kita mencederai sumpah kita, janji kita,” kata penggiat dialog antarumat beragama ini.

Bismar Siregar, mantan Hakim Agung yang dikenal tegas dalam bertindak di era Orde Baru mengatakan, siapa pun saat ini terlibat korupsi termasuk dirinya.”Saya sebagai manusia biasa, tidak akan berkata, ’Aku orang jujur seperti malaikat’. Aku adalah manusia yang satu saat juga melakukan kesalahan, paling tidak korupsi hati nurani,” kata Bismar.

Karena semua orang telah berperilaku korup, berlangsung secara sistemik di semua sektor kehidupan, Bismar berpendapat bahwa jalan keluar dari jeratan korupsi adalah dengan berdoa kepada Tuhan. “Mudah-mudahan dibukakan Tuhanlah hati kita ini. Bagi mereka yang telah buta matanya diterangi, yang tuli telinganya diterangi, yang mati hatinya diterangi.” HT, RB (Berita Indonesia 40)

Misteri Dana NonBudgeter
“Sang Gurita” Yang Sulit Dibuktikan
Para koruptor yang bisa dijerat hukum hanyalah mereka yang meninggalkan bukti-bukti tertulis. Sementara koruptor yang sesungguhnya tak pernah mau menyisakan sedikit pun bukti perilaku korupnya, sehingga sulit dibuktikan. Maka kasus korupsi yang terendus tak lebih dari puncak gunung es saja. Korupsi yang menggurita justru mungkin terus terjadi di sekitar kita setiap saat tanpa bisa dibuktikan.

Para koruptor yang bisa dijerat hukum hanyalah mereka yang meninggalkan bukti-bukti tertulis. Sementara koruptor yang sesungguhnya tak pernah mau menyisakan sedikit pun bukti perilaku korupnya, sehingga sulit dibuktikanEntah sarapan apa yang sedang dinikmati Amien Rais di kediamannya, kota gudeg Yogyakarta pada pagi hari 14 Mei 2007 lalu. Barangkali dia turut menyantap editorial surat kabar Media Indonesia, yang menyentil dirinya berkaitan dengan dana nonbudgeter DKP.

Terbukti siangnya, ucapan Amien Rais tiba-tiba saja meletup. Dengan tegas, tokoh yang belakangan ini getol menyoroti investasi asing di sektor migas dan kekayaan alam lainnya, mengaku telah menerima dana nonbudgeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) secara langsung dari tangan Rokhmin Dahuri sebesar Rp 200 juta. Ambisinya menjadi orang nomor satu di Indonesia, yang membutuhkan dana besar untuk kampanye, rupanya membuatnya tak kuasa menampik dana DKP itu. Diapun menyatakan siap menghadapi proses hukum dan memberikan kesaksian di pengadilan.

Pengakuan Amien Rais tak semata-mata berbentuk ketulusan membuka aibnya sebagai bapak reformasi yang terlanjur basah kena getah dana DKP. Pengakuan mantan Menteri Rokhmin Dahuri mengusik perhatian publik, bahwa Amien rupanya sudah berada dalam deretan permainan birokrasi yang akrab dengan korupsi.
Tetapi tampaknya sang tokoh reformasi tak mau terlanjur tersungkur begitu saja. Diapun mengajak para capres dan cawapres 2004 lalu untuk sama-sama basah dan membuka baju mereka. Jika dapat, bisa diduga justru nama Amien-lah yang akan tampil sebagai sang “hero”, dan mendapat tempat di atas angin.

Fenomena Gunung Es
Terlepas dari pertemuan selama 12 menit di Lanuma Halim Perdanakusuma, yang melahirkan kesepakatan Amien dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang sempat memindahkan masalah dana DKP dari ranah hukum ke politik lalu kembali lagi ke ranah hukum, kasus ini telah memunculkan asumsi lain.

Rupiah dari Rokhmin yang tersebar ke kantung-kantung capres maupun tim suksesnya, hanyalah sebuah ujung belalai yang terjulur ke permukaan air. Belalai itu disinyalir dimiliki gurita besar dengan seribu tangan yang selama ini membelit begitu banyak instansi pemerintah, termasuk BUMN, anggota DPR dan partai politik. Entah seberapa besar dana yang simpang-siur dan kental dengan sebutan dana nonbudgeter tersebut. Dan entah sejak kapan pula dana itu menjadi irama permainan birokrasi.

Rupiah dari Rokhmin yang tersebar ke kantung-kantung capres juga membelit begitu banyak instansi pemerintah, termasuk BUMN, anggota DPR dan partai politikMeski di era pemerintahan SBY, KPK gencar mengusut berbagai indikasi korupsi di tubuh pemerintahan dan BUMN, itu dianggap masih kecil tak sebanding dengan dana yang jauh lebih besar terbenam di bawahnya. Masalahnya dana haram yang melingkar-lingkar di luar anggaran resmi itu sulit dibuktikan secara hukum.
Sebut saja kasus skandal korupsi Badan Urusan Logistik (Bulog). Dalam sejarahnya sejak berdiri tahun 1967, Bulog telah menyeret empat bosnya ke hotel prodeo yakni Beddu Amang, Rahardi Ramelan, Sapuan dan Widjanarko Puspoyo.

Widjanarko masuk tahanan akibat dugaan korupsi proyek pengadaan sapi impor senilai Rp 11 miliar tahun 2001. Beddu Amang dijerat kasus tukar guling tanah PT Goro Batara Sakti. Sedangkan Sapuan disapu dengan masalah dana Yanatera, sebuah yayasan milik Bulog.

Hanya Rahardi Ramelan yang masuk bui akibat dana non budgeter. Rata-rata mereka tidak dijerat akibat urusan beras. Padahal, sejak berdiri tahun 1967, Bulog yang ditugaskan mengamankan urusan beras, selain mengurusi beras lokal juga mengimpor dari luar negeri. Era Widjanarko, Bulog setiap tahun mengimpor satu juta ton beras dengan nilai di atas satu triliun rupiah.

Impor beras sangat sering menjadi sorotan dan keributan di kawasan politik. Ketika permasalahan yang diributkan kemudian melempem, timbullah berbagai macam dugaan beras impor sarat permainan dan menjadi sumber dana non budgeter yang menjalar ke mana-mana.

Dugaan korupsi beras impor jelasnya sulit ditelusuri. Investigasi yang dilakukan tim penyelidik sangat sulit untuk mendapat barang bukti yang cukup kuat, meski didatangi hingga ke negara asalnya Vietnam.

Beberapa waktu lalu terungkap, semua hasil dari keuntungan yang tidak tertulis secara adminstratif membuat duit haram bisa mengalir tidak hanya ke kantong Kepala Bulog dan keluarga. Tapi juga ke kantong berbagai partai politik.

Harian Tempo (8/4) menulis dana Bulog mengalir ke beberapa partai politik besar. Modusnya dialirkan pada saat-saat penting seperti menyelenggarakan muktamar atau konggres. “Jumlahnya tidak besar, paling sebesar Rp 100 juta pada setiap acara,” tulis Tempo. Tetapi ketika tuduhan dilontarkan biasanya para penerima ramai-ramai menolak keras. PDI Perjuangan, misalnya, membantahnya dengan tegas.

Pertemuan selama 12 menit di Lanuma Halim Perdanakusuma, yang melahirkan kesepakatan Amien dengan Presiden SBYWijanarko pernah duduk di DPR sebagai perwakilan dari PDI Perjuangan sebelum menjabat Kepala Bulog. Karena itu ia diduga membantu keuangan partai tersebut.

Tjahjo Kumolo, salah satu ketua partai berlambang moncong putih tersebut mempersilakan kejaksaan untuk memeriksa partainya.

Demikian pula korupsi yang terungkap di Departemen Agama. Mantan menteri agama Said Agil Husen al Munawar dan Taufiq Kamil, Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Penyelenggaraan Haji Depag, dan Abdul Rosyad, mantan bendaharawan Badan Penyelenggaran DAU, dijerat dakwaan korupsi menggunakan rekening Dana Abadi Umat untuk keperluan pribadi dan orang lain. DAU disebutkan telah mengalir ke 30 orang hakim yang digunakan untuk membiayai pendidikan dan pelatihan hakim di Mesir.

DAU juga mengalir ke kantong DPR. Diantaranya, ada yang dipakai untuk membayar kredit rumah mantan anggota DPR. Selain itu kepada beberapa pejabat untuk biaya ibadah haji, dan keluarga mereka sendiri.
Namun hanya itulah yang muncul ke permukaan. Padahal Departemen Agama disinyalir sejak lama dihinggapi penyakit korupsi dan aliran dana tidak resmi. Menurut sebuah sumber, berbagai proyek telah dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan dari departemen yang justru mengurusi keagamaan ini. Paspor haji, biaya perjalanan, hingga urusan katering di tanah suci merupakan contoh kecil dari permainan yang terungkap. Di bawah itu banyak mengalir dana gelap yang sulit dibuktikan.

Semua Menggurita
BUMN juga dihinggapi korupsi dan menciptakan banyak dana di luar anggaran resmi. Tahun 2005 Tim Investigasi Korupsi untuk BUMN menemukan sekitar 30 kasus dugaan korupsi di beberapa BUMN. Menurut Ketua Tim Investigasi saat itu, Lendo Novo, ada kerugian negara sekitar 2,2 triliun dari tujuh kasus yang ditemukan.

Data yang dianggapnya sudah matang itu, seperti diberitakan majalah Konstan, diserahkan kepada KPK, Tim Tastipikor, Kejaksaan dan Kepolisian. “Peran kami hanya sampai di situ. Kami tak bisa melakukan audit, investigasi formal seperti BPK dan BPKP,” kata Lendo.

Gurita perilaku korup turut pula merambah tubuh TNI dan Polri. Salah satu contoh yang terungkap manakala ditemukan ratusan senjata di rumah (alm) Brigjen Kusmayadi.

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Syamsir Siregar mengakui senjata-senjata tersebut belum didukung secara administrasi pendaftaran. Ia tidak berkomentar soal isu senjata dipasok dari agen Singapura, tapi dibeli melalui rekanan TNI-AD dan dananya belum dipastikan berasal dari mana. Yang pasti senjata itu tidak tercatat dan tidak dibiayai APBN.

Mengutip hasil riset pengamat intelijen Wawan H. Purwanto, senjata itu terlalu jauh jika dituding untuk digunakan aksi makar. “Saya melihatnya lebih untuk kepentingan nasional. Hanya saja ditempuh dengan cara tidak lazim,” kata Wawan. Dengan kata lain, senjata yang dibeli dengan tidak menggunakan anggaran resmi merupakan dana non budgeter yang dianggap positif.

Pelaku perilaku korup ada di mana-mana. Kewenangan masing-masing institusi pemerintah acapkali dimanfaatkan oleh para koruptor untuk sama-sama mencari keuntungan. Antara pejabat dan pengusaha rekanan rapi menjalin konspirasi korup.

Sebut saja seorang pengusaha A, yang memiliki banyak kepentingan bisnis di departemen tertentu. Proyek yang ditenderkan acapkali kental dengan kolusi. Sesuai ketentuan, pengadaan barang dan jasa bernilai nilai dari Rp 50 juta wajib melalui proses lelang dan kelayakan peserta lelang.

Dalam parakteknya proyek bernilai puluhan juta hingga trilyunan berubah menjadi ajang permainan atau kolusi antar pengusaha dan pejabat bersangkutan. Keuntungan dari nilai harga proyek mengalir dari pengusaha satu ke oknum lain. DH, RB (Berita Indonesia 40)

Kekuasaan Cenderung Korup
Pepatah global menyebutkan kekuasaan cenderung korup. Bukan maksudnya untuk tak boleh memegang kekuasaan. Tetapi siapapun pemegang kekuasaan diingatkan agar selalu waspada. Karena pemegang kekuasaan harus membuat kebijakan. Alih-alih kewenangan itu malah bisa menjadi alat untuk berperilaku korup.

Hari Sabarno, misalnya. mantan Menteri Dalam Negeri Kabinet Gotong Royong ini didesak oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) supaya diperiksa KPK. Dasarnya, hasil pemeriksaan atas Oentarto Sidung Mawardi, Dirjen Otonomi Daerah ketika itu. Oentarto ditengarai meneken radiogram berisi pengadaan alat pemadam kebakaran, dengan cara menunjuk langsung PT Istana Sarana Raya sebagai rekanan. Ini berlangsung selama tahun 2002-2005.

Kasus pembelian alat pemadam itu menjerat banyak gubernur dan walikota serta bupati di seluruh Indonesia. Selain pengadaannya tak sesuai prosedur ketentuan pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah, para pejabat daerah berbuat karena memang ada radiogram dari pusat. Bila dituruti jelas melanggar hukum, tetapi bila tidak dituruti, jabatan bisa lepas tanpa alasan yang jelas.

Walikota Makassar, Sulawesi Selatan Amiruddin Maula contohnya. Pada tahun 2003 ia memutuskan membeli alat pemadam, karena didasarkan radiogram dari pusat, lalu memerintahkan Kepada Dinas Kebakaran Kota Makassar Aminuddin untuk membeli langsung dari PT Istana Sarana Raya. Sang Walikota kini sudah ditetapkan tersangka. “Seharusnya pengambil kebijakan di tingkat pusat diperiksa terlebih dulu,” kata Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Emerson Juntho, menyebut alasan pemeriksaan atas Hari Sabarno.

Selain itu, di lingkungan DPR setiap pembahasan rancangan undang-undang (RUU) selalu ada setoran untuk empat orang pimpinan DPR, terdiri satu ketua dan tiga wakil ketua, masing-masing Rp 5 juta. Yaitu, saat pembahasan di badang legislasi, panitia khusus, dan panitia kerja (Rp 2 juta), tim perumus, dan tim sinkronisasi.

Anggota Badan Urusan Rumah Tangga DPR, Nursanita Nasution menyebutkan hal itu. “Setiap tahapan mereka menerima Rp 5 juta. Ini yang harus dihapus,” ujarnya. Kata Nursanita dari Fraksi PKS ini, kalau ada anggaran dari pemerintah biasanya digunakan untuk membiayai pembahasan di luar gedung parlemen.
Sekjen DPR Faisal Djamil mengatakan, Dewan hanya memiliki anggaran Rp 324 juta per pembahasan RUU. Karena itu, Ketua DPR Agung Laksono berpendapat, kecilnya anggaran DPR menjadi alasan bagi anggota DPR menerima dana dari pihak luar. “Sekarang tidak bisa lagi, risikonya masuk bui,” aku Agung.

Karena kewenangan penguasa pula maka Hadi Wijarabi, mantan Dubes RI periode tahun 2001-2003 di Malaysia, ditetapkan KPK sebagai tersangka. Modusnya, ia menggunakan kebijakan terdahulu berupa Surat Keputusan No. 021/SK-DB/0799 tanggal 20 Juli 1999, yang memuat tarif ganda pengurusan dokumen keimigrasian. “Oleh tersangka, aturan yang besar diterapkan pada pemohon. Namun, tarif yang lebih kecil dijadikan dasar penetapan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke kas negara,” kata Johan Budi SP, Juru Bicara KPK.

Melihat “usia” dan massifnya perilaku korupsi, agaknya sulit mengharapkan Indonesia akan terbebas dari jerat gurita korupsi.HT (Berita Indonesia 40)

Perilaku Korupsi Birokrasi
Dari Rekening Liar Sampai Kado Pernikahan
Berawal dari kasus dana nonbudjeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), perilaku korup birokrasi yang sistemik semakin disorot.

Hari itu, Sabtu, 26 Mei, Inspektur Jenderal Departemen Keuangan Permana Agung datang ke kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia melaporkan 12 kotak angpao dan satu boks karton besar yang diterima keluarganya usai menikahkan puteri bungsunya, Puri Widiarti.

Karena hari Sabtu dan Minggu KPK libur, hari Senin ia kembali datang dengan kotak-kotak angpao dan boks besar itu. Namun, menurut Direktur Gratifikasi KPK Lambok Hutauruk, KPK hanya mengklarifikasi dan mencatat saja, tetapi tidak boleh menyentuh uang tersebut. KPK menyarankan Permana Agung sekeluarga kembali hari Selasa untuk menghitung.

Hari berikutnya, puteri Permana dan saudara-saudaranya datang mewakili ayahnya yang berhalangan, untuk menghitung. Jumlahnya Rp 316 juta.

Menurut Lambok Hutauruk, sepanjang 2007 sudah ada 45 penyelenggara negara yang melaporkan gratifikasi. Jumlah totalnya lebih dari Rp 1 miliar.

Sementara itu, seperti diberitakan harian Kontan, 31 Mei 2007, Departemen Keuangan sendiri tengah gencar-gencarnya menelusuri rekening liar. Tahun lalu, hasil penelusuran rekening liar yang ditutup itu totalnya menyimpan uang negara sebesar Rp 5,055 triliun.

Pemberantasan korupsi harus dirancang secara sistemikAwal tahun lalu, Depkeu menemukan 100 rekening. Tahun ini jumlahnya bertambah. Kini ada 2.160 rekening liar hasil temuan baru. Nilainya belum diketahui karena baru saja dilaporkan oleh kementerian dan lembaga kepada Depkeu.

Langkah selanjutnya, Departemen Keuangan akan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk kembali menginvestigasi kegunaan dan asal-usul uang dalam rekening itu. Jika ada hak negara di dalamnya, maka akan dimasukkan ke kas pemerintah. Namun jika murni swadaya karyawan departemen atau masyarakat, akan kembali pada yang berhak.

Temuan awal tahun lalu, rekening liar terbanyak berasal dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), lalu Departemen Keuangan sendiri, khususnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Pada kasus Depnakertrans, sebagian besar adalah rekening penampungan untuk asuransi tenaga kerja Indonesia di luar negeri, sedangkan di Bea dan Cukai adalah rekening transit dari importir untuk membayar bea masuk. Nyatanya, sebagian besar rekening itu tak mengatasnamakan pemerintah.

Yang ditemukan tahun ini, keberadaan rekeningnya meluas. Ada rekening yang disimpan di bank daerah. Kalau ditotal, jumlahnya lebih dari 5.000 rekening.

Deviden Politik
Melihat fenomena yang terjadi, korupsi yang terjadi di Indonesia sudah masuk kategori korupsi sistemik. Pada kasus semacam ini korupsi sudah menyerang seluruh masyarakat dan sistem kemasyarakatan. Karena itu dalam segala proses kemasyarakatan, korupsi menjadi rutin dan diterima sebagai alat untuk melakukan transaksi sehari-hari. Hal semacam ini disebut sebagai korupsi sistemik, karena sudah memengaruhi secara kelembagaan dan memengaruhi perilaku individu pada semua tingkat sistem politik dan sosio ekonomi.

Berawal dari kasus dana nonbudjeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang melibatkan mantan Menteri DKP Rokhmin Dahuri, perilaku korup birokrasi semakin menjadi sorotan. Menyusul kemudian keterangan mantan ketua MPR Amien Rais bahwa dirinya dan pasangan capres-capres lainnya pada Pemilu 2004 juga kecipratan dana nonbudjeter DKP dari Rokhmin.

Tindakan Rokhmin membagi-bagikan uang bisa disebut cukongisasi korupsiTindakan Rokhmin membagi-bagikan uang sudah termasuk korupsi birokrasi yang sistemik. Menurut Deny Indrayana, Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gajah Mada (UGM), Rokhmin menanam saham kepada para capres sebelum Pemilu. Harapannya mendapat deviden politik berupa keuntungan setelah menjabat, seperti kompensasi, proyek, dan jabatan. Tindakan Rokhmin melanggar dua aturan hukum. Yakni UU No. 15/2002 yang diubah menjadi UU No. 25/2003 tentang tindak pidana pencucian uang, tepatnya pasal 6 dan pasal 1 UU No. 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Namun Deny juga menyatakan kekhawatirannya bahwa Kejaksaan Agung akan mengesampingkan perkara dengan alasan kepentingan umum karena yang menerima aliran dana mendapat kedudukan di pemerintahan.

Senada dengan itu, kritik datang dari Ketua Umum Nahdlatul Ulama Hasyim Muzadi. Dia berpendapat, penegakan hukum terhadap koruptor yang dilakukan selama ini belum menjangkau birokrat posisi penting. Koruptor yang ditangkap umumnya akibat melanggar ketentuan administratif, bukan koruptor yang sebenarnya.

Proses tebang pilih ini dikhawatirkan terus terulang dalam setiap pergantian rezim penguasa sebagai bentuk balas dendam. Koruptor yang ditangkap adalah mereka yang tidak disukai rezim yang berkuasa.

Menurutnya, pemberantasan korupsi harus dirancang secara sistemik. Upaya perlawanan korupsi harus dilakukan dengan tahap dan waktu pelaksanaan penegakan hukum yang jelas. Sistem yang kompatibel dengan pemberantasan korupsi diantaranya, gaji birokrat dan aparat penegak hukum yang memadai, penciptaan hubungan penguasa dan pengusaha yang transparan, serta reformasi birokrasi yang menyeluruh. Infrastruktur yang belum memadai membuat nuansa politis lebih kental dibanding upaya penegakan hukumnya. RH (Berita Indonesia 40)

Korupsi sistemik mempunyai beberapa ciri, yaitu:
a. Inklusif dengan lingkungan sosial budayanya. Inklusif dalam arti sudah diterima sebagai kenyataan dalam konteks sosial budaya masyarakat.
b. Cenderung menjadi monopolistik. Hal ini berarti korupsi sudah menguasai semua sistem kemasyarakatan dalam masyarakat, sehingga masyarakat sulit untuk mendapatkan sistem kemasyarakatan yang wajar, tanpa korupsi.
c. Terorganisasi dan sulit untuk dihindari. Karena sudah menjadi proses rutin dalam kehidupan sosio ekonomi, maka korupsi menjadi terorganisasi, sadar maupun tak sadar, sehingga secara otomatis semua proses sistem kemasyarakatan akan terkena.
d. Pada dasarnya korupsi semacam ini tumbuh subur pada sistem kemasyarakatan yang mempunyai beberapa ciri-ciri seperti: kompetisi politik yang rendah, pertumbuhan ekonomi yang tidak merata, civil society yang lemah, dan tidak adanya mekanisme kelembagaan untuk menangani masalah korupsi.
Tingkat korupsi Indonesia sudah mencapai tahap sistemik dan kemasyarakatan. Korupsi sudah biasa dilakukan untuk segala macam kegiatan sehari-hari.
Korupsi disini merupakan suatu kegiatan yang terorganisasi dan sulit dihindari. Korupsi dilakukan sejak dari awal sampai akhir, apapun urusannya. Mulai dari korupsi internal yang terjadi di intern departemen atau instansi sampai korupsi eksternal yang merupakan korupsi antara orang dalam dengan orang luar departemen atau instansi. RH (Berita Indonesia 40)

Bismar Siregar:
Korupsi Bergantung Niatnya
Mantan Hakim Agung Bismar Siregar mengatakan batasan antara tindakan korupsi dengan bukan korupsi sangat tipis sekali. Keduanya sangat bergantung kepada niatnya.

Bismar Siregar: Korupsi bergantung niatnyaMenurut Bismar Siregar, tindak korupsi sejak dahulu sudah ada dan tidak akan bisa diberantas. Ia mendasarkannya atas penciptaan malaikat menjadi setan. Saat itu, Tuhan memberikan konsesi kepada Iblis untuk menggoda dan memperdaya manusia.

Politik uang juga bukan hal baru. Dari dulu sudah demikian. Bedanya, dulu Golkar begitu berkuasa, sehingga tidak perlu mendapat saingan dari siapapun dalam pemilu.

“Saya mengatakan dosa Golkar sungguh sangat besar dalam penghancuran negara kita ini. Bukan saya benci, tidak. Saya dipilih Golkar, kok, menjadi Hakim Agung. Sebelas tahun enam bulan saya menjadi anggota Golkar,” ucapnya.

Setelah era reformasi, muncul pesaing-pesaing yang dengan segala cara mengupayakan mereka termasuk yang menang. Lalu money politics bukan dengan lilahi ta’ala tetapi, ini duit pilih aku atau lil’aku lil’duit.

Namun, ketika kasusnya terungkap seperti aliran dana nonbudjeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), ke setiap pasangan capres-cawapres pada Pilpres 2004, semuanya menyangkal mempertanyakan mana buktinya.

Kata Bismar, di dalam Islam ada ajaran, apapun yang terjadi pasti seizin Tuhan. Terungkapnya aliran dana DKP bagi orang tak beriman akan disesali, karena itu diserukan agar hasil Pilpresnya dibatalkan.

Tetapi bagi orang beriman tidak demikian. Ambil hikmahnya, ucapkan, rupanya kami sudah terlampau lama bergelimang di dalam dosa dan dusta. Mulailah kami sekarang ini tobat kepada-Mu dan tidak akan terjadi lagi perbuatan seperti itu. “Maukah mereka melakukan yang demikian itu,” kata Bismar.

Keadilan Hati Nurani
Menurutnya, Undang-Undang Tahun 70-an tentang Pemberantasan Korupsi sudah bagus. “Kalau itu saja dilaksanakan sudah bagus,” ucapnya.

Matinya hati nurani juga sudah terjadi di benteng terakhir keadilan, Mahkamah AgungPada UU lama ancaman hukuman mati memang tak ada, karena saat itu sasarannya adalah pegawai dan pejabat, sehingga jangan sampai mereka dihukum mati. Bismar berpesan, ubah saja pasal itu. Sebab menurut hemat dia hakim boleh mengadakan perubahan.

“Melihat situasi korupsi sudah sedemikian rupa, tidak ada pilihan lain, walaupun tidak dibenarkan menjatuhkan hukuman mati, hakim bisa nyatakan hukuman mati,” kata Bismar. “Kalau si Bismar hakimnya, akan berbuat demikian. Karena situasi tidak mengizinkan lagi mereka itu terus dipelihara, mati.”

Tetapi atas nama reformasi UU lama diperbaiki dengan membentuk hakim tipikor dan segala macam, yang akhirnya justru membawa keruwetan baru. Masing-masing merasa mempunyai wewenang.
“Dibuat sedemikian rupa sehingga kita bingung,” kata Bismar, yang pernah menjatuhkan vonis bersalah kepada pegawai Telkom karena membuat tagihan fiktif. Di muka persidangan terungkap bahwa tagihan fiktif itu dibuat karena ada permintaan ini dan itu dari atas. Pegawai itu mau tidak mau harus menuruti permintaan dari atas itu.

“Oleh karena itu saya katakan dia terbukti bersalah. Tapi bukan dia yang harus mempertanggungjawabkan kesalahan itu, tapi atasannya,” kata Bismar, yang selalu melihat pokok permasalahan secara utuh sebelum menyatakan terdakwa bersalah.

Apa yang dilakukan Rokhmin Dahuri pernah pula dilakukan Bismar, saat menjabat Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, berkantor di Jalan Ahmad Yani, Jakarta Utara. Ia membuat surat keterangan mengadakan pungutan-pungutan, termasuk menaikkan biaya perkara di Pengadilan.

Muncul keributan. Disebutkan, Pak Domo (Laksamana Sudomo) Pangkopkamtib akan datang untuk inspeksi karena biaya perkara terlampau mahal. Rekan-rekan Bismar di PN Pusat dan PN Selatan sudah menurunkan tetapi ia berkata tidak.

“Kenapa harus saya turunkan? Takut Sudomo atau takut kepada rakyat yang ingin mendapatkan keadilan,” kata Bismar, yang membuat SK kenaikan dana pembangunan. SK pembangunan diterbitkan untuk mengelola kantor yang anggarannya tidak disediakan pemerintah. Termasuk membiayai perjalanan Bismar dengan mobil Toyota dari rumahnya di Jalan Cilandak I, Jakarta Selatan menuju Ahmad Yani hanya dijatah lima liter bensin. Sekali jalan sudah habis.

Ia tak bisa membiarkan itu apalagi pemecahannya sampai buntu. “Tidak, saya bilang. Kalau buntu, itu bukan si Bismar. Saya harus mencari jalan keluar dari kebuntuan ini, ” ujar Bismar.

Dari pungutan yang ditetapkan, Bismar bisa memfasilitasi kantor dengan jasa cleaning service, sesuatu yang belum pernah ada di tahun 1970-an itu. Termasuk pemberian gaji sebesar Rp 60 ribu perbulan yang cukup memadai saat itu. Pengadilan sebagai kantor publik terpelihara kebersihan dan kerapihannya. Pegawai pun memperoleh uang insentif dari setiap lembar putusan yang diketik. Setiap pencari keadilan yang meminta putusan bisa segera terlayani.

Giliran datang permintaan dari atasan supaya menyerahkan dana Rp 750 ribu untuk Seno Adjie Cup, Bismar menolak. Alasannya sederhana, ia tidak main tenis.

“Kalaulah ada Rp 750 ribu saya lebih utamakan karyawan saya, yang setiap kenaikan kelas membutuhkan biaya untuk anak-anaknya. Saya utamakan untuk ini, setiap hari Lebaran saya berikan itu,” kata dia.

Cerita berlanjut ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tiba. Usai memeriksa dilihat kantor bersih dan rapi ditanyakanlah dari mana duitnya. Dijawab Bismar, diambil dari dana pembangunan. BPK minta itu turut diperiksa.

“Tidak, saya bilang. Itu bukan uang negara. Itu uang kebijakan saya yang saya pertanggungjawabkan di lingkungan saya. Saya tidak setor ke kas negara sebab kalau saya setor, coba bayangkan bagaimana sulitnya untuk mengambil uang yang menjadi hak kita,” kata Bismar.

Ribut-ribut soal itu menjadi masalah dan berlanjut ke ruang politik di DPR. Tetapi DPR justru membenarkan Bismar. “Itu uang kebijaksanaan si Bismar, yang tidak saya pergunakan untuk kepentingan pribadi saya, tapi untuk kepentingan karyawan dan seterusnya.”

Bukti lain kebijaksanaan Bismar sebagai Hakim Agung adalah menyuruh seluruh karyawan kantor pulang jam dua siang. Ini lebih cepat dari ketentuan formal pulang jam empat sore.

Ia lalu didatangi Inspektoral Jenderal Departemen Kehakiman. Bismar mengatakan tidak mau mengikuti jam formal pulang jam empat sore. Ia bilang, lebih mengikuti rasa keadilan hati nuraninya. Kalau pegawainya pulang jam empat sore, mereka harus makan sementara Bismar tak mampu memberi mereka uang makan. Jika demikian mereka harus membawa bekal dari rumah. Yang satu membawa rendang karena mejanya ’basah’, satunya hanya tempe sepotong itupun dibagi dua. Setengah dibawanya ke kantor setengah lagi untuk di rumah.

“Tolong bayangkan, pikirkan, bagaimana rasa solidaritas kami di sini: satu makan rendang, atau rembur kuring karena dia punya uang, dan yang ini tidak. Saya harus atasi itu supaya jangan timbul kesenjangan di antara mereka,” kata Bismar.

Selama sepuluh tahun memimpin PN, Bismar bisa mengendalikan semua urusan kantor dengan tidak ada korupsi.

“Jadi saya katakan korupsi itu batasnya sangat minim sekali bergantung kepada niat. Kalau niatku lilahi ta’ala silahkanlah, hukumlah aku, tidak peduli aku, saya bilang. Lebih baik engkau hukum saya walaupun saya benar di mata Tuhan. Engkau nanti yang harus mempertanggungjawabkan itu di hadapan Tuhan,” kata Bismar.

Puncak Gunung Es
Berkaca pada pengalaman puluhan tahun sebagai hakim Bismar setuju bahwa kasus dana DKP adalah puncak gunung es.

Diingatkannya, itu bukan sepenuhnya prakarsa Rokhmin melainkan karena ada atasan yang datang minta-minta. “Kalau atasan tidak minta-minta, dia juga saya yakin tidak menjadi rakus untuk memberikan yang demikian itu,” kata Bismar.

Kalaupun baru sebatas Amien Rais yang mengakui menerima dana DKP, Bismar yakin capres-cawapres dan penerima lainnya hatinya harus menjerit. Sebab mereka punya hati nurani. “Kecuali kalau dia sudah tidak punya hati nurani lagi. Sekarang hati nurani sudah mati. Kasus lumpur panas Lapindo misalnya, masihkah SBY punya hati nurani, masihkah mampu merasakan yang dialami oleh korban Lapindo,” kata Bismar.

Matinya hati nurani menurutnya juga sudah terjadi di benteng terakhir keadilan, Mahkamah Agung termasuk Ketua Mahkamah Agung yang memperpanjang usia pensiunnya. Walau itu diajukan Sekjen, yang nota bene anak buahnya, tetapi karena namanya diikutsertakan diperpanjang, kemudian disetujui, menurut Bismar adalah korupsi hati nurani.

“Masihkah kau andalkan dia untuk mampu memberantas korupsi, kalau dia terhadap hati nuraninya pun sudah korupsi. Itulah masalahnya,” kata Bismar.

Bismar menilai semua sektor saat ini berperilaku korup. UU Kewarganegaraan pun menjadi sarang korupsi baru. Padahal, UU kewarganegaraan yang lama dimana ia ikut menyelesaikan, bisa digunakan untuk memberikan surat kewarganegaraan. Dengan surat secarik itu siapapun tidak perlu membuktikan lagi bahwa dia warga negara, sebab sudah tercantum namanya di situ.

Bismar menawarkan solusi keruwetan pemberantasan korupsi dengan memberikan maaf. Sebagai umat sekaligus bangsa kita harus budayakan lembaga pemaafan bila ada sengketa di antara sesama anak bangsa.
“Saya bukan orang yang berpikiran, kalau salah, hukum, salah, hukum. Tidak. Kalau korupsi dari dulu saya mengatakan, siapa yang memberantas korupsi? Yang memberantas koruptor dan yang diberantas koruptor. Jadi bagaimana dong, tolonglah kita selesaikan,” ucap Bismar.

Solusi ini berbeda dengan penyelesaian hukum para hakim yang dibesarkan dalam filsafat hukum Barat, yang meyakini penjara sebagai penyelesaian hukum.

“Kalau si Bismar falsafah hukumnya adat batak,” ucapnya. Ia lalu menyebut sebuah perumpamaan klasik adat Batak: Metmet bulung ni jior, metmetan bulung ni bane-bane. Uli hata na tigor, ulian hata na dame.

Artinya, adalah baik mengatakan kebenaran tetapi jauh lebih baik mengatakan kedamaian. HT/AM/RB (Berita Indonesia 40)

John Palinggi:
Jangan Biarkan Orang
Berfoya-foya dari Hasil Pencurian
Kini, usia reformasi genap 9 tahun. Sebuah usia yang seharusnya cukup membangun kembali tatanan kehidupan negara Indonesia sesuai dengan semangat Pancasila dan UUD 1945. Namun di saat yang bersamaan dengan 9 tahun reformasi itu, kasus dana nonbudgeter Departemen Kelautan dan Perikanan mencuat. Ironisnya, aliran dana itu justru mengalir ke calon-calon presiden/wakil presiden peserta Pemilu Presiden 2004. Padahal, justru mereka yang menerima dana itulah yang paling diharapkan menjadi penegak perjuangan reformasi.

John Palinggi: Jangan biarjan orang-orang berfoya-foya dari hasil pencurianDengan terungkapnya aliran dana DKP ini, segera muncul pertanyaan paling mendasar, benarkah pergerakan reformasi selama ini nyaris tidak menyentuh aspek moral.

Menurut John Palinggi, banyak di antara pemimpin Indonesia yang berbicara seperti bermoral, tetapi kelakuannya tidak lebih dari maling. Orang tidak takut kutukan Tuhan. Berikut petikan wawancara dengan Ketua Asosiasi Pengadaan Barang dan Distributor Seluruh Indonesia ini, Senin (28/5)

Bagaimana menurut Anda hasil yang dicapai reformasi hingga 9 tahun saat ini?
Kita bermaksud memperbaiki keadaan negara, melalui mekanisme konstitusi dan peraturan perundang-undangan serta ketentuan-ketentuan. Pada dasarnya, UUD, UU, peraturan yang lainnya itu, saya rasa telah mengandung sebagian besar asas-asas untuk perbaikan negara. Masalah mendasar di negara ini adalah, kita memang kuat sekali memproduksi peraturan, tetapi kita lemah sekali dalam menegakkannya, terutama untuk kepentingan rakyat. Kita mungkin menegakkan hukum, tetapi sebagian besar menegakkan aturan itu dijalankan melalui kepentingan-kepentingan kelompok, pribadi, dan golongan. Sehingga apa yang terjadi, kelompok pribadi dan golongan, serta beberapa orang semakin kaya, tapi negaranya semakin miskin.

Mengapa terjadi seperti itu?
Nah itu berarti tata kelola pemerintahan yang baik itu mesti diperbaiki kembali. Jangan disalahkan aturan atau UU yang ada melainkan manusianya yang tidak setia pada negara. Ini yang muncul di negara ini. Pada periode ini (Kabinet Indonesia Bersatu-red) sejumlah manusia yang dipercaya untuk mengelola negara, supaya ada kesejahteraan rakyat yang muncul melalui efisiensi keuangan negara, ternyata mereka bukannya menjaga negara tetapi justru berusaha merusak negara melalui perilaku mereka dengan sengaja untuk memperkaya diri.

Dana DKP menjadi perdebatan terbaru yang melibatkan para pemimpin bangsa, menjadi salah satu indikator dari gagalnya pembentukan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih?
Dana DKP sudah menjadi wacana yang menggelinding bahkan menjadi bola liar hingga menimbulkan masalah baru di dalam sistem pemerintahan. Setidaknya, saudara Rokhmin Dahuri itu, kalau memang ada bukti-bukti berupa tanda terima yang kongkrit yang ada pada dia, dibuka saja. Sehingga bisa menjadi acuan, sehingga tidak dilempar dalam wacana yang menjadi bola liar dan dapat mengganggu stabilitas negara.

Kalau semua melempar sesuatu tanpa tanda bukti, juga harus diingatkan, karena kepentingan negara jauh lebih penting daripada memuaskan diri sendiri.

Apakah dengan isu dana DKP ini, calon-calon pemimpin yang menerimanya tidak memiliki moralitas yang tinggi?
Bukan cuma persoalan moral. Orang tidak takut kutukan Tuhan. Bayangkan, disumpah sedemikian rupa, atribut sedemikian banyak di badan semua orang yang beragama apa pun. Tapi tidak pernah takut pada kutukan Tuhan terhadap sumpah-sumpah yang diucapkan.

Yang kedua, kita sesungguhnya telah terjatuh di dalam pangkat, harta, benda, dan jabatan. Kita sungguh amat terjatuh mengutamakan itu, tetapi tidak sayang manusia. Kita sebetulnya menjadi bagian-bagian orang terkutuk dan selalu memperoleh kutukan dari Tuhan, karena kita tidak sayang pada manusia. Kita lebih sayang pada uang, pangkat dan jabatan, untuk kepentingan diri kita. Sekalipun kita menciderai sumpah kita, janji kita.

Jadi, kenapa muncul dana DKP, karena tata kelola pemerintahan (good governance) belum berlangsung dengan sesungguhnya. Itu sebatas wacana yang dilontarkan orang asing, tetapi kita sendiri mewacanakan pada sisi lain. Good governance adalah suatu tata kelola pemerintahan yang baik dan good government, menciptakan pemerintah yang baik, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Itu sebatas pada pernyataan-pernyataan, hanya manis didengar. Namun di dalam pelaksanaannya, di depan mata, siang hari bolong, orang mencuri uang negara.

Bukankah itu menandakan rendahnya moralitas para pemimpin?
Jangan hanya mencari moralitas. Penegakan hukum itu harus jalan dengan benar. Selama ini penegakan hukum tidak jelas ke mana arahnya. Ini saya anggap tidak jelas ke mana arahnya, sebab negara semakin lama semakin bangkrut dan terakhir akan terjadi disintegrasi sosial.

Sepertinya, aturan hukum yang konon sudah cukup keras, ditambah dengan kelembagaan negara yang bersifat khusus, sepertinya tidak bisa berbuat banyak?
Itu yang dikatakan Rasulullah Nabi Muhammad SAW, bagaimana pun rencana, kalau tidak ada usswatun hassanah, itu tidak bisa jalan. Keteladanan dan kemampuan menghukum orang, itu mesti ada di suatu negara. Negara tidak bisa membiarkan orang hidup berfoya-foya dari hasil pencurian, terutama aparatur negara.

Dana DKP sebenarnya hanya bagian kecil dari gurita korupsi yang ada di negeri ini?
Dalam pengadaan barang dan jasa milik pemerintah, sangat banyak dana-dana siluman yang mengalir ke pemerintah, itu kan bagian dari korupsi yang sistemik?

Permasalahan dasarnya adalah sistem rekrutmen dan penempatan eselon-eselon pemerintahan maupun BUMN itu, sering dilakukan dengan campur baur kepentingan politik. Apa yang terjadi? Orang-orang yang ditempatkan itu, adalah orang-orang yang telah berutang jasa maka di dalam tugasnya pasti tidak akan melakukan kebaikan bagi negara. Banyak informasi yang menyatakan menyetor ke sana sini, sehingga sangat tidak mungkin lagi melaksanakan tugasnya.

Bapak juga, mungkin mengalami sendiri, misalnya kalau tidak memberi uang sekian persen dari nilai proyek?
Tidak usah terlalu urai sampai ke situ. Yang pasti bahwa pengadaan barang pemerintah di Indonesia, bolehlah saya katakan 56% persen masih berlangsung tidak sesuai dengan peraturan. Hampir semua instansi, hampir 90% tidak melakukan aturan yang diatur dalam Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003. Mereka melakukan sendiri pemilihan atas dasar kroni-kroni, anak, cucu, dan segala macam. Ini masih berlangsung sampai sekarang. Dan itu adalah pemborosan paling besar di negeri ini.

Kalau kita mau mendekati prinsip-prinsip penyelenggaraan negara yang baik dan bersih, hal-hal seperti ini kan harus dihentikan?
Anda (pers-red) sudah teriak di sana dan masyarakat juga sudah teriak, tetapi sistem dan kesadaran untuk berubah ke arah yang lebih baik, tidak ada di negara ini. Yang kedua, tidak ada orang yang diteladani untuk mampu mengawasi ke bawah. Orang yang mengawasi kan orang teladan. Bagaimana kalau semua bermain. DPR dan MPR saja itu, tidak pernah menyelenggarakan tender seperti yang diharapkan (kepres-red). Tender itu diatur-atur. Hampir seluruhnya (intansi-red).

Padahal, mereka yang seharusnya jadi teladan?
Seharusnya mesti teladan. Mana ada jajaran-jajaran pada level-level pemimpin di kantor-kantor atau instansi yang memberi teladan. Dan kalau ada yang membantah pernyataan ini, saya siap hadapi.

Jadi, bagaimana menurut Anda langkah-langkah yang harus dilakukan untuk memperbaiki semuanya ini?
Semua orang harus sadar bahwa jika dalam satu atau dua tahun ini kita tidak berubah lebih baik, saya mengkhawatirkan negara ini porak-poranda. Sebab tingkat kemarahan rakyat itu sudah cukup tajam karena miskin dan tidak ada pengharapan. Mau sekolah susah dan keluar sekolah juga susah cari kerja. Di samping itu, narkoba merajalela. Keempat, tidak ada lapangan kerja. Kelima, di depan mata rakyat, semua orang jengah melihat seseorang mencuri uang negara, tetapi juga disanjung-sanjung karena memberi sumbangan (dari hasil pencurian). Saya sendiri sebagai orang yang mengabdikan diri pada berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Saya sering bertanya, masihkah negara saya akan tetap eksis kalau semua ini tidak bisa diatur dengan baik?

Kita sepertinya tidak menyadari, puncak kemarahan masyarakat itu, cepat atau lambat akan datang?
Sekarang ada lagi kecenderungan. UUD dasar harus diubah. Apanya? Bukan UU-nya melainkan manusianya yang tidak berakhlak, tidak bermoral, dan tidak pancasilais. Sudah kita sepakati pancasila, mau ada ideologi lain lagi. Dalam kelakuan juga, kalau bukan kelompok ini, itu tidak boleh. Mana bisa negara dibangun satu orang atau satu kelompok saja. Memulainya saja bersama koq. Itu juga masalah yang serius.

Jadi jangan salahkan UUD. Itu namanya, tidak maksimalnya kineja menteri, UU-nya harus dicek kembali. Ataukah produk dari DPR itu, ada hal yang harus kita pertanyakan. Misalnya, bagaimana investor menguasai tanah hingga 95 tahun. Itu kan sama saja dengan menjual tanah di negeri ini. Kenapa masuk dengan istilah investasi, menguasai tanah hingga ratusan ribu Ha, hingga 95 tahun. Negara bangkrut! Nah itu produk DPR dan MPR. Ada lagi konsep sekarang, kalau orang keberatan, tidak usah bayar pajak. Mereka-mereka yang mengajukan konsep UU ini, masihkah berpikir waras untuk negara atau memang dalam otaknya sudah mau menjual negara?

Saya mau tegaskan, terlalu sedikit orang yang masih memikirkan negara ini, tatapi sudah 20 juta orang yang mau menjual negara ini, melalui kelakuannya dan tingkah lakunya yang cacat etika.

Bagaimana dengan nasionalisme?
Jangan bicara nasionalisme. Nasionalisme itu, akar persoalannya adalah perilaku yang baik dan kesetiaan bagi negara. Jika tidak setia terhadap negara, tidak usahlah bicara nasionalisme, pasti orangnya pembohong.

Menurut Anda, apa yang telah dihasilkan proses reformasi selama 9 tahun ini?
Kita memang mengalami masalah berkaitan dengan kemiskinan yang belum bisa diatasi, korupsi juga masih merajalela. Tetapi banyak yang sudah dicapai juga. Misalnya banyak orang yang sudah dihukum, penegakan hukum pun sudah mulai berjalan. Tetapi barulah ketahuan kalau sekarang tingkat keberanian orang lebih tinggi untuk mencuri uang negara. Persoalan dasarnya adalah presiden tidak bisa mencampuri penegak hukum. Siapa yang harus disalahkan, kalau ada maling di mana-mana.

Jadi, bagimana yang seharusnya?
Mestinya dipertanyakan, penegak hukum di Indonesia ini benar nggak kerjaannya? Ini, sedikit-sedikit presiden. Masyarakat juga harus diajak berbicara secara proporsional. Jadi fungsi mewakili aspirasi itu, tidak dijalankan. Ini semua menumpahkan kepada presiden. Saya tidak membela, tetapi coba berpikir lurus sedikit ya. Fungsi DPR apa sudah jalan? MH (Berita Indonesia 40)

Wawan H Purwanto:
Semuanya Adalah Permainan
Pengamat intelijen Wawan H. Purwanto berpendapat sulit untuk memberantas korupsi sistemik di Indonesia. Sebab transaksi dilakukan di bawah tangan dan tidak terdata.

Wawan H Purwanto: Semuanya adalah permainanDosen di berbagai institusi pertahanan dan keamanan negara ini mengatakan, peta perjalanan dana kampanye maupun besarannya sulit dideteksi. Sebab laporan Panwaslu tidak pernah ditindaklanjuti. Setelah dicrosscheck pun banyak nama fiktif yang tidak memungkinkan menjadi penyumbang. Banyak juga atas nama perusahaan yang sudah bangkrut, atau alamat rumahnya ada tapi kosong atau sudah digusur. Hal semacam itu menunjukkan ada upaya pengaburan asal-usul pendanaan.

Demikian pula dana-dana luar negeri. Kata Wawan di Amerika pun hal itu terjadi. Seperti James T. Riady yang menyumbang Partai Demokrat, dihukum kerja sosial dua tahun.

Mengapa seseorang mau menyumbang, Wawan mengatakan tentu karena punya kepentingan. Sebab tidak ada makan siang yang gratis. Entah ingin bisnisnya lancar, atau ingin tetap menjaga hubungan dengan pemerintah yang bakal berkuasa. Jadi sifatnya give and take dan rata-rata sulit dibuktikan. Kebanyakan mereka menyumbang di bawah tangan hand by hand dan tidak terdata.

Dengan cara seperti itu mereka yang korupsi tak bisa tersentuh hukum. Yang bisa diangkat hanya yang terdata. Sementara yang tidak terdata, yang jumlahnya jauh lebih besar tidak bisa diangkat. Dana nonbudgeter DKP kalau misalnya tidak diakui, karena tidak terdata, tidak ada tanda tangan dan sebagainya, menurut Wawan tidak bisa diangkat. Tapi kalau misalnya ada pengakuan dan di situ ada data, bisa.

Perbedaan angka antara Amien Rais yang mengatakan menerima Rp 200 juta, dengan angka DKP yang memberikan Rp 400 juta, misalnya. Kalau masing-masing tidak bisa memberikan suatu bukti otentik, hilang kasusnya. Dana DKP yang bisa ditindaklanjuti KPK harus ada otentikasi bukti. Pelaku korupsi bekerja sistemik tidak meninggalkan jejak dan tanpa saksi pula. “Kalau tidak, jangan bicaralah,” tegas Wawan.

Karena itu pemberantasan korupsi mustahil dilaksanakan kecuali menurunkan angkanya, dan itu makan waktu yang lama. “Terbukti, pemerintah Indonesia sekarang ranking korupsinya sudah mulai membaik. Tadinya tertinggi, terus ranking tiga, sekarang keenam,” kata Wawan.

Ia setuju yang bisa dijerat hanyalah koruptor yang meninggalkan catatan sebagai jejak. Seperti halnya Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang membukukan uang komisi yang diperoleh. Karena dibukukan menjadi barang bukti.

Demikian halnya dialami Rokhmin Dahuri, Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Gotong Royong yang membuat catatan pemasukan dan pengeluaran dana nonbudgeter. Ilmuwan biasanya kalau masuk menjadi politisi sudah beda view-nya. Ilmuwan boleh salah tapi tidak boleh bohong. Politisi berbohong boleh tapi tidak boleh salah. Pasal yang bisa dikenakan akhirnya adalah pasal menyalahi prosedural saja.

Karena itu korupsi yang terangkat ke permukaan diyakini merupakan puncak gunung es sebab koruptor yang sesungguhnya dan berkualifikasi raksasa justru tak terendus. Pada kenyataannya koruptor-koruptor besar punya link besar ke para pejabat tinggi negeri ini.

“Jadi sekarang masalah sosiologi hukum. Dan itu bukan soal dia sipil atau militer. Tapi, siapa yang memang punya back up yang cukup, tentu bisa berkelit minimal meringankan hukuman. Inilah sosiologi hukum, dan faktanya terjadi bukan hanya di Indonesia,” kata Wawan.

Hukum bermain di atas lobi-lobi, apalagi kalau sudah nyerempet-nyerempet soal politik. Politik itu menyangkut kekuasaan, punya power, jangkauan ke lini terendah atau lini tertinggi dari aparat itu sendiri. Punya power untuk mencopot, untuk menggeser. Dan secara logika, kata Wawan kasus dana capres-cawapres ini adalah permainan. “Jangan kaget di balik permainan nanti ada kejutan-kejutan. Dan kita tidak bisa terlalu idealis di dalamnya.”

Menurut Wawan, penegakan hukum tidak bisa semata melakukan law enforcement termasuk menciptakan lembaga hukum baru. Proses pemahaman budaya, pendidikan yang berkualitas serta memasukkannya dalam kurikulum khusus di sekolah mengenai budaya-budaya anti korupsi, harus ditekankan. Kalau tidak, mereka akan tetap teguh pada prinsip, yang menganggap barang haram bila belum di tangan, tapi kalau sudah di tangan menjadi halal.

Jangan menegakkan hukum dengan menciptakan korupsi baru di lingkungan penegakan hukum yang baru dibuat. “Mau dibentuk tim berapa saja KPK Jilid II, Jilid III karena yang reguler tidak jalan, juga dibentuk tim ini, tim itu, hanya menciptakan sistem korupsi baru di tubuh penegak hukum baru. Karena dia punya power untuk bargaining,” kata Wawan.

Wawan menganggap pemberantasan korupsi yang sistemik akan beda ceritanya kalau pemerintah sudah mampu membenahi ekonomi. Karena faktor ekonomi berperan menimbulkan penyelewengan dan kejahatan. “Jadi, benahilah itu.” HT, Am (Berita Indonesia 40)

Senin, 30 Agustus 2010

Langkah dasar untuk berhasil dalam bisnis retail

1. Memiliki Produk

Sebelum menjual tentunya sudah harus ada produk yang disediakan dan siap untuk dijual kepada calon calon konsumen. Produk yang akan dijual harus memiliki karakteristik tertentu misalkan, Kategori kebutuhan produk sehari hari / kebutuhan perkakas rumah / peralatan otomotif / makanan & minuman / beras / handphone & vouchernya / sembako / lain lain bahkan kombinasi dari beberapa kategori produk

2. Dikomunikasikan

Memiliki produk yang cukup, memiliki market yang potensial, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah dikomunikasikan kepada khalayak ramai, mengenai bisnis anda maupun produk yang anda tawarkan. Pentingnya aktivitas marketing seperti mengadakan event jajanan pasar kecil kecilan, seminar umum yang menarik minat masyarakat / kelas kursus singkat dan lain lain akan sangat membantu untuk menambah brand awareness di daerah yang akan anda garap. Semakin tinggi tingkat brand image / brand awareness akan suatu produk, memiliki korelasi dengan jumlah omset yang terus meningkat.

Dengan memahami pentingnya langkah langkah dasar untuk berhasil dalam bisnis retail, keuntungan dari perencanaan berbisnis dapat segera diperoleh, sukses selalu, salam luar biasa

7 kiat berbisnis (meraih kesuksesan di depan mata)

posted : http://forum.vivanews.com/showthread.php?t=24868

Kita pada dasarnya cenderung enggan berbisnis, kita lebih meilih menjadi seorang pegawai negeri sipil, karyawan swasta, atau pun buruh, daripada menjadi seorang pengusha. Apalagi bagi orang yang belum pernah memulai usaha sama sekali. Ketakutan akan berbisnis menkjadi penghalang bagi kita untuk memulai. Padahal kunci utama berbisnis adalah memulai dengan rasa optimisme tinggi. Sebetulnya kesuksesan sudah ada di depan mata kita, namun kita harus berusaha dan tau bagaimana cara untuk menggapainya. Cara untuk menggapainya adalah dengan kita berusaha keras dan tidak pernah menyerah karena The Winner Never Gives Up
Ada 7 kiat agar kita mudah berbisnis :

1. Mulailah berbisnis dengan sikap optimisme
Diibaratkan kita sedang mendorong mobil yang sedang mogok, awalnya berat sekali mendorong mobil itu, tetapi ketika sudah bergerak akan terasa lebih ringan. Sama halnya dengan bisnis pasti akan terasa berat ketika akan memulai, pikiran kita dipenuhi dengan rasa khawatir tentang bagaimana kedepannya, ketakutan akan kegagalan. Lupakan hal itu, percaya pada kekuatan pikiran kita, apabila kita berfikir optimis maka akan terjadi ha-hal yang baik. Agar terasa lebih ringan mari mulailah berbisnis tanpa pikir panjang dan tanpa planning tapi dengan sikap optimisme yang kuat. Salah satu pengusaha yang pernah sukses dengan cara ini adalah Bob Sadino. Saya rasa anda sudah tahu siapa bob sadino.

2. Pelajari bisnis anda
Jangan pernah malas untuk mempelajari bidang bisnis yang sedang anda tekuni, karena dari situ anda bisa membuat produk anda lebih unggul, mempunyai ciri khas dari produk pesaing anda bila perlu lakukan riset. Jangan lupa pelajari juga seluk beluk lingkungan produk anda karena hal ini akan mempermudah anda untuk melakukan innovasi-innovasi terhadap produk sesuai yang konsemen inginkan. Tak salah juga walaupun anda baru memulai uasaha untuk mempelajari strategi-strategi dalam bisnis profesional, seperti strategi pemasaran, diferensiasi, strategi keunggulan biaya dan lainnya. Semakin banyak anda tahu, semakin banyak yang bisa anda lakukan untuk bisnis anda. Seperti halnya Bob Sadino, walaupun beliau tidak mempunyai pendidikan dalam berbisnis, tetapi beliau selalu mempelajari bisnisnya dan terus belajar hingga produknya selalu unggul.

3. Mencari pelanggan
Banyak cara untuk mencari pelanggan sebanyak-banyaknya. Cara yang baik adalah mengetahiu sifat konsumen.
Diantaranya adalah semua konsumen pasti suka dengan pelayanan yang baik. Layani konsumen dengan sebaik-baiknya, sering-sering berinteraksi dengan konsumen, bahkan kalau perlu anda kenal dengan konsumen, karena semakin dekat dengan konsumen, konsumen tidak canggung untuk mengutarakan kritik dan saran mengenai produk anda, dan itu baik untuk perbaikan produk anda.
Konsumen senang menawar
Ini penting untuk pemula, jangan mengharapkan keuntungan yang besar di awal-awal bisnis, anda harapkanlah pelanggan yang banyak. Berilah konsumen dengan harga yang ia minta namun anda juga jangan sampai mengalami kerugian, maka konsumen akan senang dan dapat dipastikan dia akan kembali untuk membeli produk anda, ini juga mempercepat produk anda dikenal oleh konsumen lain.
Itu salah satu cara untuk mencari pelanggan, dan masih banyak cara lain yang bisa anda pelajari dari buku maupun situs internet.

4. Berbisnislah dengan jujur
Kejujuran merupakan kunci kesuksesan dalam segala hal.” Ingatlah apabila anda menanam kebaikan maka anda akan menuai seribu kebaikan”. Apabila anda jujur, sekiranya anda gagal dalam bisnis ini, anda masih bisa memulai bisnis lagi dengan tenang, namun apabila anda tidak jujur dalam bisnis dan suatu ketika gagal, anda akan kesulitan memulai bisnis lagi dan bahkan mungkin anda akan hancur selamanya.

5. Buat suatu managemen bisnis anda
Apabila bisnis anda telah sukses dan semakin berkembang maka anda akan kesulitan mengatur serta mengawasi aktifitas bisnis anda apabila tidak dibuat suatu manajemen. Oleh sebab itu anda juga perlu tahu tentang manajemen bisnis.

6. Berdoa dan selalu bersyukur
Setelah anda berusaha sedemikian kerasnya anda jangan lupa bahwa yang menentukan adalah Allah SWT, sering-seringlah berdoa dan memohon kepada-Nya dan syukurilah setiap nikmat yang Allah berikan kepada kita. Senantiasa selalu bersabar, karena kita dituntut untuk sabar.

7. Apabila gagal, mulailah kembali Insyaallah yang berikutnya berhasil
Dalam berbisnis pasti ada pasang surutnya, dan tak bisa dipungkiri bahwa mungkin kita akan mengalami kegagalan. “Tuhan memberikan makanan kepada setiap burung, tetapi tidak dijatuhkan tepat disarangnya”, sama halnya dengan kita bahwa Allah memberikan kesuksesan kepada setiap manusia, tetapi tidak langsung diberikan kepada kita melainkan kita harus berusaha untuk mencari dan menggapainya. Oleh sebab itu jangan mudah menyerah dan putus asa cobalah untuk memulai lagi dari awal, sebab pemenang tidak pernah menyerah (The Winner Never Gives Up)
Munkin tersirat dibenak anda “modal dari mana duitnya sudah habis”. Buang jauh-jauh pikiran itu sebab apabila anda benar-benar berusaha hambatan itu tak jadi masalah. Sudah banyak orang yang sukses dengan memulai bisnis tanpa uang sama sekali, juga sudah banyak referensinya di buku maupun dari internet. Contohnya seperti M Suyanto, beliau adalah ketua yayasan STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA dan pendiri puluhan perusahaan lainnya, beliau juga pernah beberapa kali mengalami kegagalan dalam berbisnis dan pernah memulai bisnis tanpa uang.

Menkopolhukam: Banyak Ormas Alergi Dibina

Ormas terlanjur alergi dengan kata 'dibina'. Padahal, "Pembinaan bukan indoktrinasi."
Senin, 30 Agustus 2010, 17:00 WIB
Elin Yunita Kristanti, Eko Huda S
Marsekal (Purn) Djoko Suyanto (Situs resmi TNI)
BERITA TERKAIT

* Tertibkan Ormas Tak Harus Revisi UU
* Mendagri Akui Masih Banyak Ormas 'Bodong'
* Kapolri: Ormas Anarkis Layak Dibekukan
* Pemerintah Minta Revisi UU Ormas
* Empat Menteri di DPR Bahas Ormas Militan

VIVAnews - Menkopolhukam, Djoko Suyanto mengatakan banyak organisasi masyarakat (ormas) yang resisten terhadap pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah.

"Banyak Ormas yang alergi dengan kata-kata pembinaan," kata Djoko Suyanto dalam rapat dengan Komisi Gabungan DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin 30 Agustus 2010.

Dia mengakui dalam era reformasi dan kebebasan, banyak ormas yang tidak mau diatur pemerintah.

Padahal, kata dia, dalam UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Ormas mengamanatkan Ormas diatur oleh pemerintah. "Tapi kita harus beri kesadaran dan pemahaman kepada ormas-ormas," kata dia.

Terlebih, kata dia, pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah tidak bermaksud untuk mengekang dan memasung kehidupan Ormas tersebut. "Pembinaan bukan indoktrinasi," kata Menko Polhukam.

Menurut dia, sebagai negara hukum yang berdasarkan UUD 1945, semua ormas mau tidak mau, suka atau tidak suka harus mematuhi aturan yang berlaku.

Ormas, kata dia, harus mengikuti undang-undang. "Inilah yang akan dituangkan dalam penyempurnaan UU," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fawzi mengakui banyak ormas dan LSM yang tidak terdaftar.

Sehingga, pemerintah mengalami kesulitan untuk memberi sanksi apabila ormas dan LSM itu melakukan pelanggaran.

Menurut dia perkembangan ormas dan LSM sangat pesat setelah reformasi. Jika sebelumnya, ormas yang terdaftar hanya sebanyak 3.000 ormas, maka per 2010 jumlah ormas mencapai 9.000 ormas. (umi)
• VIVAnews